Menjadi politisi semestinya memang tidak kehilangan
idealisme dan daya kritis terhadap persoalan. Terhadap pemimpin sekalipun tidak
boleh abai jika memang pemimpin tersebut berjalan tidak pada rel-nya. Politisi
pun harus berani memberikan kritik demi perbaikan dan saling mengingatkan. Daya
kritis seorang politisi, seperti yang dimiliki oleh Ketua DPD Partai Golkar DKI
Jakarta, Fayakhun Andriadi, tentu
sangat diharapkan demi evaluasi kepemimpinan.
Daya kritis FayakhunAndriadi salah satunya tercermin dalam keberaniannya menyurati Gubernur
Jakarta pada tahun 2007 silam. Fayakhun menulis : “Pak Gubernur, sebelumnya
perlu Anda ketahui bahwa di tahun 2007 menjelang Perhelatan akbar pesta
demokrasi Pemilukada Jakarta, saya ikut mendukung Anda. Tentu saja sebagai warga
Jakarta yang merasakan betul hiruk-pikuk kehidupan kota Jakarta, saya tak asal
dalam menentukan pilihan. Bagi saya, Kota Jakarta harus dipimpin oleh orang
yang betul-betul ahli, sekelas Ali Sadikin atau pun Bang Yos.”
Fatakhun melanjutkan : “Saya ingat betul, Anda pernah
berjanji akan menyelesaikan permasalahan di Jakarta, terutama kemacetan, banjir
dan kemiskinan. Untuk mengatasi kemacetan tersebut, Anda bilang akan terus
mengembangkan konsep transportasi makro seperti busway dan monorail. Merevisi Perda
ketertiban umum dan Perda lainnya agar lebih berpihak kepada warga miskin.
Sementara untuk banjir, Anda juga sempat mengatakan,“serahkan saja pada
ahlinya”.
“Dari sisi kompetensi akademik, gelar Doktor-Ingenieur dari
Universitas Teknologi Kaiserlautern yang Anda sandang ini memang tampak
menjanjikan. Pun demikian dari sisi penampilan, Kesan ‘gagah’ yang saya dapati
dari Patung Elang Bondol yang mencengkram Salak Condet di perbatasan
Jakarta-Bekasi seakan melekat pada Anda. Sebagai warga Jakarta yang memimpikan
sosok pemimpin yang gagah, berani dan mampu melakukan perubahan, pada 2007 itu
saya betul-betul menyandarkan pengharapan akan DKI yang lebih baik dan modern
pada anda.”
Dalam rangkaian surat selanjutnya, Fayakhun menyayangkan
kinerja Gubernur saat itu. Ia menulis : “Hanya saja, dalam perjalanannya,
lamat-lamat kesan itu semakin sirna. Saya tak mendapati sosok Anda yang aktif,
kompeten dan tentu saja ahli dalam mengurusi kota Jakarta. Entah kenapa, kesan
yang saya dapat dari sosok Anda saat ini malah sebaliknya. Apa yang dapat kita
saksikan dari wajah DKI Jakarta sama sekali jauh dari apa yang dijanjikan.
Bahkan boleh dikatakan, kondisi jakarta saat ini jauh lebih buruk dan semrawut
dibanding sebelum anda jadi Gubernur.”
Di bahasan berikutnya, Fayakhun membuat permohonan kepada
Gubernur. Ia menulis : “Pak Gubernur, diantara sekian banyak hal yang
memperihatinkan, saya berharap anda berkenan memikirkan hal berikut secara
serius sebagai bukti bahwa anda betul-betul punya perhatian dan kepedulian pada
warga DKI Jakarta, terutama warga yang kurang beruntung.”