Jumat, 12 Mei 2017

Dual Citizenship Perspektif Ketahanan Nasional menurut Fayakhun Andriadi

Belakangan ini, politisi Indonesia seringkali mendapatkan stigma kurang baik dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak sedikit juga politisi yang memperhatikan nasib masyarakat dan memiliki pemikiran yang baik. Salah satunya adalah Fayakhun Andriadi.

Dalam sebuah tulisannya di kompasiana.com, politisi muda yang juga Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta ini menyatakan bahwa ada begitu banyak diaspora Indonesia yang berhasil merengkuh manisnya hidup di luar negeri dalam berbagai bidang; mulai dari pendidikan, bisnis, ilmuwan, tenaga professional, pekerja seni, atau atlit sekalipun. Mereka ingin jadi WNI tapi terbentur sistem: Indonesia tak menganut Dual Citizenship (kewarganegaraan Ganda). Saatnya merevisi kebijakan tersebut. Manfaatnya lebih besar dibanding mudharatnya.
fayakhun andriadi

“Sejarah peradaban adalah rangkaian siklus kemunduran dan pertumbuhan”. Ungkapan Arnold Toynbe ini kiranya dapat menggambarkan, kenapa sebuah bangsa atau peradaban terkadang seperti menghadapi persoalan yang itu-itu saja. Indonesia misalnya, yang seringkali disebut tak kunjung beranjak dari persoalan pendidikan, infrastruktur dan lain sebagainya. Atau bahkan, negara super power sekelas Amerika Serikat tak pernah betul-betul mampu melepaskan diri dari lilitan masalah tersebut.

Mungkin, satu hal yang membedakan adalah bagaimana dan seberapa cepat sebuah bangsa dapat memaksimalkan apa yang dimilikinya untuk mengatasi beragam persoalan tersebut. Dalam istilah sekarang, bangsa-bangsa tersebut dituntut untuk memiliki ketahanan nasional (national resilience) terhadap ancaman dan tantangan yang datang dari dalam maupun dari luar.

Bagi sebagian orang, apa yang tadi disebut sebagai tantangan dan ancaman mungkin tak melulu dianggap sekumpulan masalah. Tapi sebaliknya, merupakan rangkaian peluang yang sebetulnya tengah menunggu untuk dijadikan sebagai sumber demand untuk melahirkan manusia-manusia berkualitas. Kulminasinya, generasi berkualitas itu pun diharapkan akan mampu melahirkan kemajuan bagi bangsanya.

Dalam aras ini, maka Norwegia dan Jepang mungkin dapat dikatakan sebagai bangsa yang mampu melakukannya. Paling tidak, dapat dilihat dari peringkat IPM (indeks pembangunan manusia) keduanya yang dalam satu dekade terakhir terus berada di urutan paling atas. Sementara bagi sebagian lainnya, tantangan dan ancaman tersebut dianggap sebagai sekumpulan masalah yang mesti diselesaikan oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan, kecakapan, dan cita rasa world class. Dalam konteks ini Korea Selatan yang meski pada tahun 60-an kondisinya lebih kurang sama dengan Indonesia, namun mampu melesat setelah sejumlah diaspora dengan kualitas yang mumpuni kembali dari perantauan lalu membangun tanah airnya.


Sumber: kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar