Ketua DPD Partai Golkar FayakhunAndriadi kembali menunjukkan kepeduliannya terhadap persoalan yang dihadapi
masyarakat Jakarta. Jiwanya sebagai seorang politisi merasa terpanggil dengan
banyaknya problem yang menumpuk. Di tahun 2013 silam misalnya saat persoalan
bajaj di Jakarta yang sempat mengundang polemik, turut diulas oleh Ketua DPD
Partai Golkar DKI Jakarta tersebut. Fayakhun
menyumbangkan sumbangsih pemikirannya lewat catatan lepasnya di akun
kompasiana.com.
Dalam catatan tersebut Fayakhun
menilai bahwa bajaj masih menjadi problem yang belum bisa diselesaikan dengan
baik. Meski pemerintah Pemda DKI Jakarta telah menghadirkan angkutan niaga
kecil beroda empat ‘kancil’, tapi belum mampu menggantikan bajaj. Padahal pada
tahap awal Pemda DKI telah meluncurkan 250 unit kancil. Dengan proyeksi
produksi kancil 150 unit perbulan, Pemda DKI Jakarta waktu itu optimis pada
akhir tahun 2002, keberadaan bajaj sudah tergantikan oleh kancil.
Lebih lanjut Fayakhun mengatakan, “selain memiliki tingkat
polusi 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan lainnya, bajaj juga
sering kali beroperasi secara tidak beraturan. Supir bajaj seringkali lebih
mengutamakan dirinya sendiri, tanpa mempertimbangkan keselamatan para
pengendara lainnya. Ini terjadi, karena hampir 90 persen supirnya tak memiliki
surat izin mengemudi (SIM),” tutur Fayakhun dalam catatannya.
Dalam penilai Fayakhun, kesalahan tata kelola bajaj di
Jakarta tak semestinya hanya dialamatkan kepada para supir dan pemilik bajaj,
karena nyatanya Pemerintah Kota Jakarta memang tidak begitu tegas dalam
mengatur kepemilikan dan ijin operasi angkutan khas Kota Jakarta ini. “Ini
terbukti dari program peremajaan bajaj yang sudah berjalan hampir tujuh tahun
lamanya. Dimana dari total 14.424 unit bajaj, hanya 2.755 unit saja yang sampai
kini telah diremajakan. Padahal, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI tahun
2006, target peremajaan bajaj biru mencapai 5000 unit pada tahun 2008,”
tegasnya.
“Bahkan, setelah puluhan pengemudi dan pemilik bajaj, yang
tergabung dalam Gabungan Elemen Masyarakat Angkutan Lingkungan Bajaj, Angkutan
Toyoko, dan Angkutan Lingkungan Bemo, berdemonstrasi di depan Balai Kota
Jakarta pada tanggal 7 Februari 2013, terungkap bahwa program peremajaan
tersendat dan uang muka yang disetorkan, sekitar Rp 70 milyar, tak jelas
nasibnya,” lanjut Fayakhun.
Dalam catatan tersebut Fayakhun berharap agar Pemda DKI Jakarta
bisa membenahi manajemen bajaj sehingga lebih tertib. Keselamatan dan
kenyamanan penumpang akan menjadi terganggu jika bajaj tidak ditertibkan dengan
baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar