Tidak hanya persoalan bajaj yang disoroti oleh Fayakhun Andriadi, Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta. Persoalan metromini juga mendapat perhatian serius. Metromini maut yang terjadi pada 2013 silam di Jakarta adalah tragedi yang menyulut emosi. 3 siswi SMP Alwasliyah 1 Rawamangun tertabrak metromini T47 Jurusan Pondok Kopi-Senen di daerah Rawawangun saat hendak pulang dari sekolahnya.
Bagi FayakhunAndriadi, persoalan kecelakaan metromini tidak bisa dianggap sebagai hal
yang wajar sehingga perlu dimaklumi. Fayakhun menganalisis persoalan ini dengan
kacamata human security, dimana permasalahan kecelakaan lalu lintas (traffic
accident) tentunya bukan hanya dinamika biasa yang terjadi dalam hiruk
pikuk kehidupan masyarakat urban. Melainkan persoalan serius yang juga tak
kalah pentingnya dibanding ancaman terorisme sekali pun.
Melalui akun kompasiana.com, Fayakhun Andriadi menulis : “Saking seriusnya, sampai-sampai World
Health Organization (WHO) menempatkan kecelakaan lalu lintas sebagai penyebab
kematian terbesar ketiga di bawah penyakit jantung koroner dan tubercolosis
(TBC). Lebih lanjut, WHO menyatakan bahwa 67 persen korban kecelakaan lalu
lintas yang terjadi di tahun 2011 berada pada usia produktif, yakni 22-50 tahun
(WHO, 2011). Ada sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal
di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1000 anak-anak dan remaja setiap
harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian
anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun.”
Lebih jauh, Fayakhun menulis bahwa aalam konteks human
security, sejumlah fakta terkait kasus yang menimpa Beliti dan dua siswi
lainnya ini memang tak hanya terkait persoalan metromini semata, namun juga
menyangkut sistem transportasi dan lalu lintas secara keseluruhan di Jakarta.
Lalu, karena konsep human security juga terkait erat dengan konsep
keamanan secara komprehensif (comprehensive security), maka perbaikan pun
kemudian mesti meliputi faktor (1)hukum, (2)penegakan hukum, (3)sarana atau
infrastruktur, (4)faktor masyarakat, dan yang juga tak kalah penting adalah (5)faktor
budaya.
Fayakhun menulis : ”salah satu cara yang dapat ditempuh
untuk mewujudkan supremasi hukum tentu saja adalah perubahan dalam hukum-hukum
itu sendiri. Dalam hal ini, maka semua aspek hukum yang terkait dengan sistem
transportasi di Jakarta mesti disinkronkan dengan apa yang dibutuhkan di
lapangan.Ini menjadi tugas Pemda DKI yang mendesak untuk segera meninjau ulang
segala Perda DKI yang terkait dengan pengaturan transportasi, terutama angkutan
umum yang kondisinya sudah sangat memperihatinkan. Pemikiran seperti subsidi
terhadap angkutan umum, pembatasan jumlah, penertiban terhadap sopir dan
sebagainya, mungkin perlu dipertegas dalam aturan sehingga landasan untuk
menata kembali kesemrawutan angkutan umum menjadi lebih kuat.”
I hope the transportation system in Jakarta will get better, and traffic accidents will also decrease, it's a shame because so many young people become victims in traffic
BalasHapus