Jumat, 16 Juni 2017

Fayakhun Andriadi Soroti Persoalan Metromini


Tidak hanya persoalan bajaj yang disoroti oleh Fayakhun Andriadi, Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta. Persoalan metromini juga mendapat perhatian serius. Metromini maut yang terjadi pada 2013 silam di Jakarta adalah tragedi yang menyulut emosi. 3 siswi SMP Alwasliyah 1 Rawamangun tertabrak metromini T47 Jurusan Pondok Kopi-Senen di daerah Rawawangun saat hendak pulang dari sekolahnya. 
Bagi FayakhunAndriadi, persoalan kecelakaan metromini tidak bisa dianggap sebagai hal yang wajar sehingga perlu dimaklumi. Fayakhun menganalisis persoalan ini dengan kacamata human security, dimana permasalahan kecelakaan lalu lintas (traffic accident) tentunya bukan hanya dinamika biasa yang terjadi dalam hiruk pikuk kehidupan masyarakat urban. Melainkan persoalan serius yang juga tak kalah pentingnya dibanding ancaman terorisme sekali pun.
Melalui akun kompasiana.com, Fayakhun Andriadi menulis : “Saking seriusnya, sampai-sampai World Health Organization (WHO) menempatkan kecelakaan lalu lintas sebagai penyebab kematian terbesar ketiga di bawah penyakit jantung koroner dan tubercolosis (TBC). Lebih lanjut, WHO menyatakan bahwa 67 persen korban kecelakaan lalu lintas yang terjadi di tahun 2011 berada pada usia produktif, yakni 22-50 tahun (WHO, 2011). Ada sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun.”
Lebih jauh, Fayakhun menulis bahwa aalam konteks human security, sejumlah fakta terkait kasus yang menimpa Beliti dan dua siswi lainnya ini memang tak hanya terkait persoalan metromini semata, namun juga menyangkut sistem transportasi dan lalu lintas secara keseluruhan di Jakarta. Lalu, karena konsep human security juga terkait erat dengan konsep keamanan secara komprehensif (comprehensive security), maka perbaikan pun kemudian mesti meliputi faktor (1)hukum, (2)penegakan hukum, (3)sarana atau infrastruktur, (4)faktor masyarakat, dan yang juga tak kalah penting adalah (5)faktor budaya.
Fayakhun menulis : ”salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mewujudkan supremasi hukum tentu saja adalah perubahan dalam hukum-hukum itu sendiri. Dalam hal ini, maka semua aspek hukum yang terkait dengan sistem transportasi di Jakarta mesti disinkronkan dengan apa yang dibutuhkan di lapangan.Ini menjadi tugas Pemda DKI yang mendesak untuk segera meninjau ulang segala Perda DKI yang terkait dengan pengaturan transportasi, terutama angkutan umum yang kondisinya sudah sangat memperihatinkan. Pemikiran seperti subsidi terhadap angkutan umum, pembatasan jumlah, penertiban terhadap sopir dan sebagainya, mungkin perlu dipertegas dalam aturan sehingga landasan untuk menata kembali kesemrawutan angkutan umum menjadi lebih kuat.”  



1 komentar: